Jakarta, Pagu Anggaran Badan Pusat Statistik (BPS) dalam RAPBN Tahun 2021 sebesar Rp 5,278 triliun secara resmi disetujui oleh Komisi...
Jakarta, Pagu Anggaran Badan Pusat
Statistik (BPS) dalam RAPBN Tahun 2021 sebesar Rp 5,278 triliun secara resmi
disetujui oleh Komisi XI DPR RI. Anggaran yang mengalami peningkatan 13,74
persen dari APBN-P 2020 tersebut, akan ditujukan untuk program penyediaan dan
pelayanan informasi statistik dan program dukungan manajemen.
Hadir dalam rapat dengar pendapat yang membahas hal
tersebut, Wakil Ketua Komisi XI Eriko Sotarduga menyoroti efektivitas kenaikan
anggaran tersebut terhadap peningkatan kualitas data. Sebagaimana diketahui,
data yang dimiliki BPS memegang peranan penting bagi berbagai kebijakan
pemerintah, terutama dalam penyaluran berbagai berbagai bantuan sosial, bantuan
langsung tunai, dan bantuan subsidi upah di tengah pandemi Covid-19.
"Negara sebesar ini yang selalu bermasalah, dan
setelah saya cek ternyata permasalahannya ada di data. Saya mau satu jaminan
dari Pak Kepala BPS, seharusnya data dari berbagai sensus yang dilakukan bisa
dijadikan landasan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan. Bagaimana kami
mau memberikan persetujuan untuk anggaran kalau bapak tidak bisa memberikan
satu jaminan terkait hal itu juga," kata Eriko di Gedung DPR RI, Senayan,
Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Politisi PDI Perjuangan itu menilai, pagu anggaran yang
mencapai Rp 5,27 triliun tersebut tidak sedikit dan jumlahnya dan harus
dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat. Mewakili Komisi XI DPR RI, Eriko
berharap bahwa data yang dihasilkan oleh BPS bisa menjadi 'sandaran' dari apa
yang bisa dilakukan pemerintah dalam membuat berbagai kebijakan di masa
mendatang.
"Jadi saya sangat berharap kepada BPS. Artinya di
sini, kami tidak keberatan untuk menyetujui, tetapi bapak dan rekan-rekan semua
harus bisa menjadikan BPS menjadi satu andalan bagi pemerintah menentukan suatu
kebijakan kedepannya," ungkap legislator daerah pemilihan DKI Jakarta II
tersebut.
Terkait data, Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, Sensus
Penduduk 2020 (SP2020) akan kembali dilaksanakan mulai September ini, setelah
sebelumnya sensus online berakhir pada Mei
lalu. Pihaknya akan menerjunkan 190.000 petugas sensus di seluruh Indonesia
untuk mengumpulkan data dan melakukan pencacahan di lapangan.
"Survei lainnya, terkait dampak Covid-19 kami sudah
lakukan dua kali yaitu dampak Covid kepada rumah tangga dan pada minggu depan
akan kami rilis data dampak Covid terhadap UMK (Usaha Mikro Kecil) dan UMB
(Usaha Menengah Besar). Sekarang ini atas permintaan Tim Gugus Tugas, kita akan
melakukan secara rutin sebulan sekali, mengenai dampak penerapan protokol
kesehatan terhadap rumah tangga," ungkap Kecuk, sapaan akrab Kepala BPS
Suhariyanto tersebut.
Mengenai data acuan yang digunakan dalam penyaluran
bansos, Kepala BPS menyebut bahwa data yang dimiliki BPS berbeda dengan data
yang digunakan untuk penyaluran bansos. Pasalnya, sejak berlakunya
Undang-Undang tentang Penanganan Fakir Miskin data yang dimiliki BPS sudah
dilimpahkan ke Kementerian Sosial (Kemensos).
"Kalau bansos datanya dari Kemensos (Kementerian
Sosial -red), sekarang datanya dipegang Kemensos, terakhir datanya dari BPS
tahun 2015, jadi BPS tidak punya wewenang itu lagi, termasuk data
penyalurannya. Terakhir data yang tahun 2016 seharusnya sudah di update, tetapi update-nya tidak se-masif
tahun 2015, karena itulah nanti di tahun 2021 Kemensos akan meng-update dan BPS akan membantu," pungkasnya. (alw/es
Foto: Arief/Man)